Aku, Diriku, dan Mahasiswa
Nurul
Khotimah, itu adalah nama lengkapku. Aku terlahir di sebuah keluarga yang
sangat harmonis, menurutku. Aku terlahir menjadi seorang anak perempuan
satu-satunya dan seorang anak bungsu. Hal itu mungkin yang membuatku menjadi
sesosok orang yang sedikit manja, lebih tepatnya ketergantungan kepada orang
tuaku. Namun semakin bertambah usiaku, semakin besar pula tekadku untuk menjadi
dewasa. Ya, menjadi sesosok orang yang mandiri, yang tidak ketergantungan kepada
orang tuaku.
Dan aku
seperti orang pada umumnya, mempunyai mimpi, cita-cita, dan angan-angan yang
tinggi. Salah satu cita-citaku adalah meneruskan jenjang pendidikanku. Ya,
menjadi seorang mahasiswa. Mungkin memang cita-citaku ini cukuplah klise atau
bisa dibilang sama seperti orang-orang kebanyakan. Namun yang membuatku berbeda
dengan yang lainnya adalah impian dan cita-citaku menjadi seorang mahasiswa
Fakultas Kedokteran.
Dalam benakku
sempat terbesit sebuah kecemasan akankah aku bisa menjadi mahasiswa yang sangat
aku idam-idamkan itu. Namun aku tepiskan itu semua. Aku harus yakin bahwa aku
dapat meraih impianku itu. Banyak halangan dan rintangan, bahkan pengorbanan yang
harus aku hadapi demi mewujudkan cita-citaku menjadi seorang mahasiswa Fakultas
Kedokteran. Namun, aku tak pernah merasa terbebani bahkan jenuh menghadapinya,
mungkin karena ini merupakan keinginanku sesungguhnya.
Tahap demi
tahap aku lewati. Kenyataan pahit pun aku harus lalui dengan sabar. Teringat
saat itu aku tidak diterima oleh Fakultas Kedokteran di berbagai universitas.
Dari mulai jalur PMDK (Penyaluran Minat dan Kemampuan) sampai jalur khusus.
Awalnya, aku mengikuti sebuah jalur PMDK di salah satu universitas swasta. Saat
itu, aku harus mendapatkan kenyataan pahit. Aku tidak diterima dalam seleksi
itu. Ya, aku gagal. Padahal aku hanya harus melewati fase terakhir dalam jalur
itu. Saat itu aku sangat kecewa, bisa dibilang menyalahkan nasib burukku. Namun
mau tak mau harus aku terima semuanya, mungkin ada sebuah rencana yang lebih
indah.
Entah mengapa
walaupun aku berusaha meyakinkan diri bahwa akan ada suatu rencana indah, aku
tetap saja merasa trauma dan tak ingin mengikuti seleksi jalur itu. Ya, mungkin
aku tergolong orang yang bermental tempe. Sampai akhirnya sebuah jalur terbaru
penerimaan mahasiswa baru diberikan. Aku memutuskan untuk melanjutkan
perjuanganku. Perjuanganku tak boleh berhenti di situ, aku masih harus berusaha
untuk menggapai mimpiku.
Kenyataan
pahit lagi-lagi harus menyapaku. Aku diumumkan tidak diterima di Fakultas Kedokteran
di dua universitas yang berbeda. Ya, menelan sebuah kenyataan pahit. Mungkin
aku memang masih harus bersabar. Akhirnya, seleksi demi seleksi aku tempuh dan
semuanya itu lagi-lagi adalah berita buruk. Aku tidak lulus seleksi. Miris, ya
bisa dibilang keadaanku sangat miris. Tragis.
Kesempatanku
terakhir, mengikuti seleksi khusus. Awalnya aku sempat menolak untuk
mengikutinya, namun orang tuaku terus-menerus membujukku untuk mengikutinya.
Akhirnya, aku bulatkan tekad. Aku meyakinkan diriku untuk mengikuti seleksi
ini. Dan akhirnya, sebuah penantian panjang yang berakhir bahagia. Saat itu aku
menangis bahagia, tak mengira bahwa aku akan lulus seleksi itu. Sebuah
penantian panjang yang akhirnya mengantarkanku menuju cita-cita dan anganku
untuk menjadi seorang mahasiswa Fakultas Kedokteran.
Sekarang,
cita-cita dan anganku menjadi kenyataan. Aku bertekad tidak akan menyia-nyiakan
kesempatan emas ini. Sebuah kesempatan yang belum tentu orang lain
mendapatkannya. Aku tak akan pantang menyerah terus-menerus menimba ilmu,
menambah wawasan dan pengetahuanku, seperti gelas yang ingin terus-menerus
diisi oleh air. Sebagai seorang mahasiswa, aku ingin membagikan semua
pengetahuan dan wawasan yang kuketahui kepada seluruh lapisan masyarakat,
khususnya membantu masyarakat yang memang membutuhkan bantuan medis.
Sebagai
seorang manusia, tentu aku memiliki sebuah harapan. Harapan membuncah yang
sangat ingin aku wujudkan. Dan harapanku saat ini menyelesaikan pendidikan dokterku
dengan tepat waktu dan dengan nilai IPK yang memuaskan. Semoga itu tak hanya
menjadi sebuah harapan kosong namun dapat terwujud.